Selasa, 03 Maret 2009

Lokasi Arung Jeram Di Sumatera Barat

  • Batang Kuantan
Sungai Batang Kuatan yang terletak di Kab.Sijunjung/Dharmasraya merupakan hulu dari sungai Kuatan di daerah Riau.Sungai ini berarus deras,dan memiliki beberapa jeram yang menantang.Jadi sungai ini sangat cocok untuk olahraga Arung jeram dan sungai ini menjadi andalan Sumatera Barat untuk olahraga yang satu ini.Selengkapnya Tentang Sungai Batang Kuatan

  • Sungai Batang Tarusan
Sungai ini terletak di kabupaten Pesisir Selatan berjarak kira-kira 40 km dari Padang.Sungai ini berhulu pada perbukitan yang termasuk kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat.Sungai ini berarus deras dan berbatu-batu besar,sehingga banyak jeram-jeram.Sunagi Batang tarusan ini sangat cocok menjadi tempat olahraga Arung Jeram.Selengkapnya tentang Sungai Batang Tarusan

  • Sungai Kuranji
Sungai ini terletak di kota Padang,bermuara ke samudera indonesia.Sungai kuranji ini dimamfaatkan untuk olahraga arung jeram adalah pada bagian hulunya,karena disinilah bagian sungai yang airnya deras dan berbatu besar.Sungai ini berhulu pada perbukitan bukit barisan yang termasuk dalam areal taman nasional Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS).Selengkapnya tentang arung jeram di Sungai Kuranji

  • Batang Bayang
Sungai Batang Bayang ini terletak di Kabupaten Pesisir Selatan,berjarak kira-kira 50 Km dari Kota Padang.Lokasi Arung Jeram terletak di Desa Pulut-pulut Kecamatan Bayang utara.Lokasi ini sangat menarik karena area arung jeramnya melewati objek wisata Jembatan Akar.Cerita selengkapnya tentang arung jeram lihat disini

Rabu, 25 Februari 2009

Memicu Adrenalin di Arus Liar Telaga Waja

Oleh : Hilda Perbatasari
Selasa, 13 Mei 2008 15:51

Arung jeram atau rafting pada mulanya adalah sebuah hobbi bagi petualang yang mencintai tantangan olah raga air. Berawal dari kenekatan segelintir orang bernyali tinggi, wisata pemicu adrenalin itu terus menggeliat. Seiring berkembanganya dunia pariwisata, pada akhirnya arung jeram menjadi salah satu daya tarik wisata yang banyak digemari. Peminat wisata olah raga ini tidak hanya dari kalangan yang memiliki hobbi bermain arung jeram (rafting) saja, akan tetapi menular pula pada wisatawan yang sedang melakukan liburan walaupun tidak memiliki kemampuan sebagai pengarung.

Setiap orang yang sehat dapat mencoba olah raga arung jeram tanpa ada batasan usia (kecuali anak kecil di bawah usia 10 tahun dan manula yang sakit). Arung Jeram dapat dikategorikan sebagai olah raga petualangan, karena tidak saja mengandung unsur olahraga (sport), tetapi juga petualangan (adventure) dengan berbagai resikonya. Para penggemarnya mengatakan olah raga ini sebagai obat dari kejenuhan rutinitis sehari-hari. Ketika menghadapi jeram-jeram yang terjal para pengarung biasanya akan berteriak untuk melepaskan ketegangan-ketegangan, sehingga menjadikan obat yang ampuh bagi stress.

Bagi Anda pecinta petualangan alam, melakukan olah raga arum jeram (rafting) adalah salah satu cara untuk menguji keberanian dan memicu adernalin dalam tubuh. Hal ini terpicu tidak hanya oleh derasnya arus sungai, akan tetapi juga rintangan-rintangan yang menghadang di arena lintasan jalur berarung jeram. Wisata arung Jeram atau rafting di Bali dapat di lakukan di 2 sungai besar yaitu di Sungai Ayung (Ubud) dan Sungai Telaga Waja (Karangasem). Perbedaan kedua sungai ini adalah pada tingkat kesulitan atau grade dalam berarung jeram. Salah satu tempat ekspedisi arung jeram untuk pemula yang banyak diminati adalah Telaga Waja. Selain panorama alamanya yang mempesona dengan karakteristik topografi perbukitan, jalur untuk melakukan arung jeram juga tidak terlalu sulit.

Telaga Waja, adalah sebuah nama sungai yang mengalir di Kecamatan Rendang, salah satu kecamatan di Kabupaten Karangasem, Bali. Sungai ini mengalir jernih dengan arus yang cukup deras sehingga cocok untuk para pengarung. Tempat ini menjadi destinasi menarik karena lokasinya yang berkolaborasi dengan terasiring persawahan yang berkelok indah, pesona hutan tropical alami, lukisan air terjun yang berundak, kicauan burung liar serta hijaunya perbukitan yang terhampar disekelilingnya. Air yang mengalir deras dengan beberapa jeram dan bebatuan sebagai rintangan menjadi pilihan yang cocok bagi avonturir untuk memacu adrenalin serta menguji nyali. Itulah beberapa alasan mengapa Telaga Waja dipilih menjadi salah satu spot lintasan arung jeram yang cukup menantang di Bali.

Daya tarik lain yang dimiliki Telaga Waja adalah udaranya yang sejuk dan menyegarkan, juga pemandangan Gunung Agung yang memiliki ketinggian 3142 meter di sisi Utara bagaikan lukisan Ilahi yang Maha Sempurna. Tempat ini sering dimanfaatkan juga sebagai jalur trekking bagi para petualang alam.

Suasana pedesaan yang masih sangat tradisional merupakan daya tarik tersendiri di sepanjang aliran sungai Telaga Waja. Di sini Anda dapat menyaksikan penduduk setempat melakukan aktivitasnya sehari-hari dengan sangat tradisional.. Anak-anak kecil setempat pun terkadang tampak di pinggiran sungai menyaksikan para pengarung yang basah kuyup melintasi sepanjang aliran sungai Telaga Waja.

Sungainya sangat bening dan dapat terlihat sampai ke dasar, sangat jauh dari kesan polusi sampah dan air keruh. Air dinginnya menusuk pori-pori kulit berasal dari sumber mata air di pegunungan. Arus di Telaga Waja cukup keras dan memiliki grade 3 hingga 3+ dalam rafting dan masih tergolong aman sebagai sungai wisata. Telaga Waja memiliki debit air yang sesuai untuk berarung jeram dengan beberapa karang dan batu besar di sepanjang aliran sungai.

Pemandangan spektakuler dengan topografi perbukitan bersanding dengan terasiring persawahan, tebing-tebing curam, flora dan fauna liar yang tumbuh menjuntai menyentuh aliran sungai menjadikan potret alam yang menakjubkan. Vegetasi di alam ini juga masih sangat asli ditumbuhi sejenis rumput gajah, didukung bentukan jurang-jurang yang menandakan sungai ini jenis sungai tua yang menyatu dengan alam sekitarnya. Di sini Anda bisa bercengkrama dengan nuansa hutan Bali yang masih natural.

Air terjun banyak dijumpai di sepanjang jalur rafting Telaga Waja ini. Di tengah lintasan, pengarungan akan melintasi air terjun berundak yang sangat unik dan indah. Di tempat ini pengarung akan melakukan istirahat selama beberapa menit sambil mengabadikan kenangan ke dalam sebuah karya photography.

Mata air khas telaga ini adalah keluar melalui bebatuan, sehingga menimbulkan gemericik air terjun kecil yang sangat mengagumkan. Di tebing yang sedikit curam terdapat air terjun yang sangat indah. Beberapa waisatawan asing yang mengagumi keindahannya sempat bergumam ‘it’s feel like in heaven’. Tiada yang memecah kesunyian selain suara hutan berbisik dan irama air sungai yang mengalir.

Rintangan jembatan bambu pun lumayan banyak disepanjang lintasan, ada sekitar 4-5 jembatan yang dibikin warga setempat sebagai penghubung antar desa. Untuk melewatinya pengarung harus ekstra hati-hati dan merundukkan kepala jangan sampai menyangkut, arus yang deras akan membawa perahu melayang di atas sungai dan akan berakibat terguling apabila tidak waspada.

Sebuah tantangan bagi pecinta olah raga air adalah terjun dari ketinggian 4 meter. Dayung melalui air terjun yang mendebarkan dan terjun 4 meter dari bendungan Bajing menuju gulungan jeram. Keselamatan adalah prioritas utama ketika melakukan olah raga arung jeram. Semua perlengkapan yang dipakai harus mengikuti petunjuk keselamatan standar Internasional. Pemandu atau guide yang akan mendampingi pun sudah terlatih dan profesional sebagai pengarung. Bahkan telah lulus dalam pelatihan keselamatan, profesional dalam CPR dan penanganan awal. Kekompakan dalam team work adalah kunci untuk melakukan petualangan arung jeram ini.

Setelah 2 jam melakukan arung jeram menyusuri sepanjang sungai Telaga Waja nan mengagumkan, minuman dingin akan menyambut Anda di restoran yang letaknya tidak jauh dari bibir sungai. Makan siang dan aneka buah tropikal juga tersedia gratis. Lunch buffet dengan kuliner Indonesia yang menggiurkan mendampingi sate lilit ikan khas bali akan menjadikan santapan lezat setelah lelah berarung jeram.

Banyak tour operator di kawasan Bali yang menawarkan paket wisata arung jeram ini dengan harga yang cukup bervariasi, yaitu antara Rp.300.000 hingga Rp.500.000. Harga sudah termasuk transfer hotel, makanan ringan (snacks), welcome drink, perlengkapan rafting, lunch, souvenir, asuransi, serta pemandu rafting yang profesional. Untuk yang tidak bisa berenang akan ada baju khusus atau pelampung dan pemandu yang mendampingi, jadi Anda tidak usah khawatir untuk mencobanya..

Selamat berpetualang di Telaga Waja, jeram-jeram liarnya yang menantang akan memberi Anda pengalaman petualangan yang amat berkesan!

Tips Explore Indonesia :

1. Perhatikan faktor cuaca ketika hendak berwisata

2. Jangan abaikan faktor peralatan safety dan kelengkapannya

3. Perhatikan petunjuk dan instruksi dari guide atau pemandu pendamping

4. Berdoa sebelum memulai petualangan

5. Membawa pakaian ganti, sepatu olah raga atau sandal sungai

6. Menggunakan lotion untuk melindungi kulit dari sinar matahari

Arung Jeram Wonosobo, Makin Diminati Buat halaman ini dlm format PDF Cetak halaman ini Kirim halaman ini ke teman via E-mail
Peringkat User: / 1
PoorBest
Kontribusi dari Kafka
11.10.2006 16:15 WIB
Objek wisata minat khusus berupa arena arung jeram belakangan ini makin banyak penggemarnya. Olahraga pembangkit adrenalin tubuh ini makin banyak bermunculan dimana-mana. Salah satunya seperti yang kini terus dikembangkan oleh Pemerintah Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, dengan memanfaatkan jeram yang ada di aliran Sungai Serayu. Arung jeram di sungai ini lambat laun makin diminati wisatawan nusantara.

Sungai Serayu terletak di Kabupaten Wonosobo - Banjarnegara, Jawa Tengah kira-kira 2,5 jam perjalanan dari Jogjakarta dengan melewati lereng Gunung Sindoro-Sumbing yang menyajikan kesejukan dan panorama alam pegunungan. Sungai ini berada pada ketinggian 500 meter di atas permukaan laut dan sangat mudah dijangkau karena terletak di pinggir jalan raya yang menghubungkan kota Wonosobo dan Banjarnegara tepatnya berdekatan dengan jalan raya Tunggoro-Singomerto.

Mengenai tingkat kesulitan arung jeram di Kabupaten Wonosobo ini bervariasi, mulai dari grade dua sampai grade empat dengan jumlah arung jeram sebanyak 30 jeram. Pada grade yang lebih rendah tingkat kesulitan yang ada masih relatif mudah namun pada grade yang makin tinggi tingkat kesulitan yang harus dilalui pun semakin berat. Namun, bagi peminat arung jeram yang sudah terbiasa berarung jeram dan profesional mengendalikan perahu, makin tinggi tingkat kesulitannya justru makin mengasyikkan dan menarik

Sungai Serayu dengan panjang 25 km dapat total ditempuh selama kira-kira 4,5 - 5 jam pengarungan, tepatnya bisa dari jembatan di Desa Blimbing atau Desa Tunggoro (Kab. Wonosobo) serta Desa Prigi (Kab.Banjarnegara) ke Desa Singomerto, Kecamatan Sigaluh, Kabupaten Banjarnegara. Waktu tempuh ini sudah termasuk istirahat di tengah perjalanan. Arung jeram ini hanya boleh diikuti oleh wisatawan berusia antara 10-60 tahun.

Pada hari Sabtu dan Minggu, apalagi hari libur panjang, banyak rombongan wisatawan nusantara berkunjung ke objek wisata ini. Paling tidak ada delapan sampai 10 rombongan, di mana tiap rombongan beranggotakan lima hingga 12 orang. Untuk menuju ke lokasi objek wisata minat khusus arung jeram ini dengan mobil dari Kota Wonosobo dibutuhkan waktu sekitar 30-40 menit atau berjarak tempuh sepanjang 26 km.

Bagi wisatawan yang ingin berarung jeram, pengelola objek wisata ini telah menyediakan peralatan komplit dengan biaya Rp150 ribu hingga Rp200 ribu untuk wisatawan nusantara dan sekitar Rp350 ribu bagi wisatawan mancanegara. Biaya itu sudah termasuk sewa perahu karet, jaket pelampung, asuransi, jasa guide, dan konsumsi.

sumber: kapanlagi.com

Menari di Air Manna Menembus Jeram Perawan Lahat



Foto-foto Inge Renca Sianturi
Mirip – Bisa disimpulkan, karakteristik jeram Air Manna hampir mirip Sungai Asahan di Sumatera Utara. Arusnya cenderung agresif dan liar. Di musim hujan, bentukan sungainya bisa mencipta rangkaian standing waves panjang dan saling terhubung (atas).
Kembali ke alam, apa pun bentuknya, selalu menjadi momen paling menyenangkan. Alasan itu juga yang memacu saya untuk melawat ke Desa Tanjung Sakti, Kabupaten Lahat – Sumatera Selatan ini. Selama dua hari, saya dan beberapa rafters (pengarung jeram) coba menjajal ketangguhan jeram-jeram Sungai Air Manna yang bercokol di kelebatan rimba.

Seperti wilayah pinggiran Sumatera lainnya, empat jam perjalanan Lahat – Tanjung Sakti itu penuh kelokan tajam. Sesekali, terlihat jurang menganga. Tapi di lain waktu, tampak kuning padi meliuk-liuk di antara nuansa hijau belantara raya dan hamparan perkebunan kopi yang lama-kelamaan semakin mendominasi pemandangan.
Setibanya di Tanjung Sakti, kami langsung bersua dengan Erwin Gumay, penggiat alam bebas dari Lahat. Kedatangan kami juga disambut senyum ramah penduduk setempat yang menyongsong di muka dusun. Bahkan, Drs. Lukman Panggarbesi, camat desa itu berada di antara mereka. Uniknya, ia sendiri pun rela bergabung dan siap memandu kami melakukan survei jeram siang hari itu juga.
Sebagai aktivitas pra-pengarungan, kegiatan pertama itu hanya berkutat pada penelusuran data-data sungai. Mulai dari pencarian entry point, menandai bentukan dan tingkat kesulitan jeramnya, hingga ke soal penentuan jalur bagi tim darat yang akan mengiringi selama pengarungan.
Tentu, bukan perkara enteng melakukan hal itu. Memburu entry point yang mudah kami jangkau dari tepi jalan setapak penduduk, misalnya. Terpaksa golok dan parang dikeluarkan demi menerabas kepungan hutan perawan nan lebat ini.
Herannya, sepanjang menyi-sir lembah penuh onak duri, tak tampak satu pun bekas tebangan liar. Yang pasti, sejauh pengamatan mata dan atas informasi penduduk setempat yang saya peroleh, hutan yang mengepung sungai ini masih sangat alami dan terjaga keasliannya. Dan tampaknya, baik penebang maupun para cukong kayu dari kota-kota besar masih ”silap mata” dengan kelestarian itu.
Terbukti, selama puluhan tahun, hujan lebat tak pernah menjadikan penduduk wilayah ini kerepotan dengan musibah banjir dan longsor. Bagi peminat arung jeram, tentu saja menguntungkan, sebab debit air sungai yang berhulu di Gunung Dempo (3.159 mdpl) ini tak pernah surut, kendati di musim kemarau seperti sekarang.

Hari Pertama
Sehari usai pendataan, ihwal kehebatan Air Manna total terbukti. Di hari pertama, kami membagi dua etape pengarungan. Etape pertama bermula dari dusun Sindang Panjang (desa Tanjung Sakti) hingga dusun Gunung Kerto. Etape selanjutnya berlangsung di antara jeram-jeram dusun Gunung Kerto dan berakhir di dusun Simpur. Total 19 kilometer yang akan ditempuh hari ini.
Bara semangat kepalang berkobar di dada, pantang untuk mundur. Apalagi, saya, Dompi, Jack, Erwin Gumay dan rekannya, Andi, sudah bersiap dalam posisi mendayung. Maka, selepas doa bersama, dayung pun dikayuh. ”Majuu...!” aba-aba Jack.
Belum jauh jarak perahu dari tepi sungai. Mendadak, kesialan menimpa. Saat perahu melabrak jeram pertama, benda karet itu berguncang hebat. Sialnya, pijakan kaki saya kurang mantap, alhasil, tubuh saya limbung seketika dan terlempar dari perahu.
Untunglah, di antara derasnya gelombang standing waves (jeram berbentuk ombak berdiri) tersebut, Andi masih bisa meraih tangan saya. Sigap. Tapi selanjutnya, malah gantian dia yang bernasib serupa. Kendati selamat, pemuda kelahiran Lahat ini sempat dua kali timbul tenggelam dipermainkan buih-buih jeram.
Sampai menjelang akhir etape satu, kami belum merasakan rintangan yang berarti. Kecuali satu buah jeram besar berbentuk penurunan (drop) setinggi satu meter. Sesuai aba-aba Jack, perahu masuk perlahan ke mulut jeram itu. Tepat, begitu mulut jeramnya habis, kayuhan semakin diperkuat untuk menghindari hisapan arusnya ke tebing. Perahu lolos.
Pengarungan terasa makin seru, saat memasuki dusun Gunung Kerto. Aliran Air Manna menyatu dengan Air Suka Merindu. Akibatnya debit air menjadi lebih tinggi. Ini terbukti dengan standing wave yang dari jauh terlihat biasa saja, ternyata malah sebaliknya. Besar dan menyeramkan, membuat bentuk perahu seolah mengecil.
Selepas jeram itu, perahu menepi untuk rihat. Puas menjerang rihat, pengarungan kembali berlanjut. ”Siapkan konsentrasi penuh, kita tak tahu ada apa di depan,” komando Jack, seraya mulai mendayung. Betul saja. Satu lidah riam menyambut, berbuih dan sangat menantang. Terbentuk dari dua buah jeram hydraulic (terbentuk karena aliran vertikal). Demi memperoleh siasat untuk melaluinya dengan gemilang, kami melakukan scouting (pengintaian jeram) di tepi sungai berbatu. ”Kita ambil jalur kanan. Usahakan jangan sampai ada yang jatuh,” tukas skipper (juru kemudi) kami itu, lantang.
Kiranya, inilah saat paling tepat membentrokkan nyali dan rasa takut yang porsinya sudah tak jauh berbeda. Maka, perlahan dayung dikayuh, seiring aba-aba Jack mengarahkan perahu masuk ke dalam amukan jeram itu. Dalam hitungan detik, saya sulit mengingat apa-apa lagi. Yang ada, hanya berkonsentrasi penuh mendengar arahan skipper, sambil mendayung cepat laksana kemasukan setan.
Mendebarkan, memang. Apalagi, saat saya mengetahui, perahu kami gagal menghindari jalur kanan yang pertama. Karena perahu miring 45 derajat, Dompi dan Andi terlempar ke luar. Nyaris, Jack pun ikut terlempar dan dilalap air. Tapi dengan kesigapan tinggi ia bisa menghindarinya.
Di tengah situasi kacau balau, Erwin yang duduk di sebelah saya terjerembab ke bagian dalam perahu. Tak ayal, posisi perahu menjadi kurang seimbang, bisa terbalik. Terpaksa, agar itu tidak terjadi, saya mengimbangi berat perahu dengan berpindah posisi ke bagian kanan.

Hari Kedua
Memasuki hari kedua, tingkat kesulitan sedikit berkurang. Kendati begitu, pengarungan di sepanjang rute Dusun Simpur hingga desa Pulau Timun itu tetap berjalan seru dan menegangkan.
Kebanyakan jeram di 10 kilometer rute tersebut hanya berkisar pada standing waves. Kami pun banyak berjumpa patahan sungai yang tingginya bisa melebihi satu setengah meter atau lebih. Hanya Jeram Lubuk Sibayang, sebuah jeram yang sempat membuat otak kami lama berputar untuk menentukan jadi atau tidaknya diarungi.
Bentuk Lubuk Sibayang berupa patahan setinggi 1,5 meter. Tepat di depannya, sebuah batu besar sudah siap menghadang laju perahu. Jika stag di situ, risikonya bisa terbalik, Maka, bersiaplah diempas rangkaian standing waves yang jaraknya pun tak berjauhan dengan patahan tersebut.
Nasib baik, lagi-lagi, masih berpihak pada tim perahu. Perlahan dan penuh kewaspadaan mereka menyongsong lidah jeramnya. Dan, begitu melewati patahan itu, mereka lantas mendayung kuat, sehingga benda karet itu tak sampai tertahan di batu.
Menjelang petang, tim tiba perahu di lokasi finish dusun Pulau Timun. Saya, Armen, dan Ican yang menjadi tim darat, tercengang menyaksikan kerumunan penduduk. Tampaknya, mereka tak sabar lagi ingin menyaksikan ”pemandangan” tak lazim di dusun mereka yang terpencil itu.
Malamnya, dalam suasana keluarga desa nan damai di pelukan rimba belantara, kami menghabiskan waktu. Bercengkerama ihwal ketegangan-ketegangan yang kami alami selama dua hari ini. (m. lati

Arung Jeram Batang Langkup

Posted by handri on June 11th, 2008Oleh : Sulung Prasetyo

Pengantar Redaksi : Pertengahan Agustus, Mapala Universitas Indonesia (UI) bekerja sama dengan Sinar Harapan menggelar ekspedisi arung jeram menyusuri sebagian Batang (Sungai) Langkup, 120 km arah barat daya Ibu Kota Kabupaten Merangin, Bangko, Jambi, yang berlangsung 8 - 16 Agustus 2005. Berikut laporan wartawan SH dalam tiga seri.

JAMBI — Sungai Langkup berhulu di daerah Gunung Masurai. Badan sungai menjulur dingin dari ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut, menuju barat laut dan membentuk muaranya di Kota Muko-muko, Bengkulu. Penelusuran menggunakan perahu karet dimulai dari anak Sungai Langkup, yang bernama Sungai Mantenang. Desa Pulau Tengah, yang berada di badan Sungai Mantenang, dipilih sebagai titik awal perjalanan. Terus menelusur ke arah barat, hingga menjumpai badan Batang Langkup. Perjalanan kemudian diteruskan dengan menelusuri Batang Langkup, yang terapit celah sempit Bukit Barisan. Ekspedisi dianggap selesai saat badan perahu menyentuh kitaran Desa Rantau Kermas, yang jauhnya 13,5 km.

Sinyal HP mulai meredup, saat ban-ban mobil angkutan melintasi celah pegunungan di barat Provinsi Jambi. Deretan pegunungan itu serupa benteng. Menjulur-julur, tinggi rendah, memberikan aroma Bukit Barisan yang terkenal itu. Berkelebat-kelebat panorama menghiasi mata. Sekejap tampak gunung Nillo membentang gagah di bagian kanan jalan. Dibarengi dengan angkuhnya Masurai, di bagian kiri. Bagai pintu gerbang saja layaknya, dua deret pegunungan di kiri kanan jalan ini. Hendro Bakti, koordinator perjalanan ini, masih saja terkagum-kagum dengan pemandangan yang disuguhkan. Padahal jalan aspal rusak yang dijalani, seperti tanpa batas di depan kami. Enam jam perjalanan yang ditempuh, tampaknya tak membuat lelah laki-laki yang masih kuliah di jurusan Fisika MIPA UI itu. Seringainya tetap menghias, meskipun telah terkatung-katung di bagian atap angkutan serupa minibus. Tugasnya yang berat, karena harus mensukseskan berjalannya ekspedisi ini, seperti hilang tanpa bekas. Berganti dengan derai decak kagum, seperti juga yang diungkapkan oleh Nana dan Rosyda, para perempuan yang juga tergoda naik ke atap mobil.

Mobil terus saja melewati gerbang gunung, menembus hutan, dan mengganti pemandangan dengan warna kemerahan. Usut punya usut, warna kemerahan yang menghiasi ujung-ujung pohon tinggi itu, ternyata deretan pucuk pepohonan kayu manis. Merah pucuk kayu manis itu, kemudian bergantian berselang-seling dengan perkebunan kentang dan kumpulan rumah yang tampak membeku.

Suhu udara memang sudah terasa dingin. Tak terbayang bagaimana kami di sungai nanti. Sebab di atas daratannya sudah serupa dengan dinginnya Puncak, Jawa Barat. Sekarang sebagian besar anggota tim ekspedisi menuju Desa Pulau Tengah, yang berada 120 km dari Kota Bangko. Menurut beberapa keterangan, hampir selama delapan jam kami harus menempuh perjalanan ke desa tersebut, yang berada di Kecamatan Jangkat.

Sebelumnya, hampir dua malam tim menempuh perjalanan dari Depok, Jawa Barat, menuju Bangko pada 6 Agustus. Tim pendahuluan telah berjalan dua hari sebelumnya. Membawa sebuah mobil yang berisi peralatan pengarungan, dan segala macam tetek bengek perlengkapan ekspedisi. Dan direncanakan bertemu di Desa Pulau Tengah, tanggal 8 Agustus, setelah selesai mengurus rupa-rupa perijinan. Rencananya akan ada tim terakhir yang menyusul tanggal 12 Agustus. Membawa sisa perlengkapan, yang mungkin belum sempat terbawa.

Hingga kisaran pukul 16.00, barulah ban mobil menembus Desa Pulau Tengah. Sekejap sempat kami tercengang, lantaran indahnya alam di hadapan kami. Sungai Mantenang tampak menjulur tenang, membelah lembah Desa Pulau Tengah. Dibatasi dengan persawahan, dengan warna hijau menghampar. Rumah-rumah penduduk tampak rapih berjejer di batas jalan.Ditingkahi dengan warna biru lazuardi langit yang menantang. Biru itu kemudian mengingatkan pada tujuan ekspedisi ini.

Sebuah percobaan pengarungan sungai dengan menggunakan perahu karet, yang hingga riset kami terakhir belum pernah ada yang mencoba sebelumnya di sungai tersebut. Perjalanan ini sudah selayaknya menjadi berharga dengan nilai-nilai itu. Karena berarti tim ini tak ubahnya bak para penjelajah baru. Yang serupa niat mulia dengan beberapa pendahulu mereka, pada perjalanan sebelumnya. Untuk mencari sebuah kemungkinan baru, dengan kemampuan yang dipunya.

Di copy dari mapalaui.info

Cerita dari Arung Jeram Cimanuk

Bagian paling menakutkan dari arung jeram itu cuma satu: Nagih pengen arung jeram lagi.

Mahanagari dan teman-teman diajak anak-anak Darkcrossers untuk nyicip jeram sungai Cimanuk di Garut hari Sabtu, 9 Februari kemarin. Start dari Bandung pukul 07.30 dan sudah sampai Bandung lagi pada pukul 7 malam.

Total ada 16 orang yang berangkat dari Bandung, 12 peserta. Emma, seorang Blogger sekaligus petani organik di Panaruban, Subang. Lalu ada Tessi, Nona Cimahi yang bekerja di Siemens Jakarta. Ada pula 2 fresh gradute Psikolog Unpad bernama Anwar dan Shinta. Berikutnya Alwi yang baru saja pulang penelitian dari Papua dan teman kampusnya yang rame, ribut, dan energik, Ella. Dewi dan Yusi adalah dua dosen UPI Bandung, masing-masing adalah dosen Bahasa jepang dan pendidikan Psikologi. Taufik, peserta yang termasuk sering tercebur ini adalah mahasiswa S2 ITB. Terakhir Lemet, bapak yang satu ini sudah langganan ikutan acaranya Manahagari. Dan tentu saja ada Benben dan Ulu dari Mahanagari. Tiga lainnya adalah tim dari Darkcrossers: Dodi, Isan, Mas Andi, dan Meydi. 16 orang ini terbagi dalam 3 mobil: Cherokee, Kijang, dan sedannya Taufik.

Sampai Cimanuk jam 10, setelah sebelumnya kita mampir dulu di pinggir jalan kota untuk mompa perahu. Jam 10.30 setelah briefing dan perkenalan, kita mulai nyemplung. Seorang dari kita mulai berkomentar “kok sungainya tenang gini ya” dan komentarnya berubah 180˚ setelah 1 jam berikutnya=D

Selama 2 jam pertama saya gabung dengan satu perahu jagoan, isinya tim Rescue semua. Belum lagi saya perempuan satu-satunya, yang lain bapak-bapak semua. Jadi kalo saya ngedayung itu buat sopan santun aja=D Karena ingin mencoba perahunya Dark Crossers yang kelihatan besar dan anggun, saya pindah ke perahu yang dipegang Ihsan, setelah sebelumnya diceburkan secara sengaja oleh Dodi. Begitu juga yang lain. Tercatat hari itu yang tidak tercebur adalah Tessi. Sisa 3 jam berikutnya saya mendayung dari perahu Avon, yang kata Dodi adalah Mercedesnya Perahu.

Grade sungai Cimanuk bisa sampai !V. jeramnya juga macam-macam jenisnya, mulai dari Jeram Vietnam sampai Jeram Tangga. Jeram yang bikin kita senyum-senyum biasa sampai ke yang teriak-teriak entah karena senang atau karena ketakutan. Kita juga termasuk sering ketemu edis (isitilahnya gini bener?). Arus balik, yang bikin perahu kita berputar balik dan bukannya maju terus ke depan.

Jeram Cimanuk lumayan seru & nantang.

Jeram-jeram cadas nan deras banyak kita lewatin meski gak sedikit pula jeram yang biasa saja. Selain itu, Cimanuk juga aktif bikin kita mendayung. Berbeda dengan sungai Palayangan yang relative sempit dan dangkal, bening bersih, dikelilingi hutan, perkebunan, dan gunung, serta tidak perlu susah payah mendayung karena tinggal sliding saja, Cimanuk justru sebaliknya. Dikelilingi oleh sawah-sawah dan tebing, sungai ini memiliki lebar (sekitar 7-8 meter) dan dalam (5-6 meter). Airnya khas sungai di Indonesia yang coklat keruh dan kotor. Setelah jeram biasanya kita akan ketemu dengan air yang tenang setenang orang bertapa. Makanya mendayung itu perlu. Pemandangan satwa sekitar sungai Cimanuk juga menarik. Sekali waktu kita bisa menemukan Biawak, Elang, dan bermacam burung yang imut dan cantik. Diantaranya seekor burung bernama Raja Udang.

Rute kita kemarin hanya 12-15 km dengan jarak tempuh hampir
5 jam. 2 jam pertama tujuan kita mendayung adalah untuk senang-senang, mencari nikmatnya goncangan akibat jeram. Dan jam-jam
berikutnya adalah jam senang-seneng sengsara nikmat. Karena tujuan kita hanya satu : Cibiuk Restaurant. Bahkan bekal coklat yang kebasahan sungai Cimanuk kita sikat habis.

pukul 14.30
Masih lapar dan coklat yang dibawa Dodi habis. Bisa disimp
ulkan bahwa dari sinilah saya tahu kalau Fatamorgana juga berlaku di sungai sekalipun. masing-masing personel perahu mulai bersahutan berpuisi:

Surawung mewangi
Nasi pulen bulat penuh memanggil-manggil.
Gurami dan Ayam tersenyum mesra
Menunggu untuk dikunyah
Sambal cantik melambai-lambai dari sudut piring
Cibiuk oh Cibiuk…

Semakin lama wajah kami yang segar bugar menjadi sedikit layu dan kucel walau masih penuh pesona. Posisi duduk mulai berpindah-pindah. Yang didepan mundur ke belakang, kiri ke kanan. Dan semua masih harus mendayung. Terus mendayung.

Dan tercatat pula beberapa orang jatuh secara tidak sengaja. Dodi,
Taufik, dan Ulu. Saya jatuh gara-gara telat ngangkat kaki masuk ke perahu dan gara-gara perahu keburu nyenggol batu, badan gak seimbang dan byur ! panik, sangat luar biasa panik. Karena saya gak bis
a berenang. Saya gak bisa memijakkan kaki (sungai ini dalamnya 5-6 meter). Panik yang akibatnya malah bikin makin semangat mendayung dan berjanji untuk tidak jatuh lagi ke sungai=D berbeda jauh dengan Dodi yang kecemplung pas di Jeramnya. Dia luar biasa tenang. Sungguh mengagumkan.

Jembatan Leuwi Goong adalah spot finish rute rafting. Waktu menunjukkan pukul
15.30an. dan arung jeram pun selesai.

Langsung menuju Cibiuk. Semua bersorak sorai. Ayam, Tempe, Tahu, Kerupuk, serta Lalap dan Sambal khas Cibiuk yang dinanti-nanti sudah menunggu. Yeah!

Makan di Saung dengan latar belakang Gunung Haruman dan angin sepoi-sepoi rasanya peacefull sekali. Didiringi derai canda dan tertawaan cerita after rafting. Saking capeknya, Taufik sampai sempat-sempatnya tertidur manis.

Terkadang pegal-pegal, kepanasan, kehujanan, memar-memar, dan basah tercebur di air kotor itu keren. Apalagi kalau rame-rame.

A moment you don’t want to forget.

Ok. Thanks everyone.

dicopy dari mahanagari.multiply.com

Arung Jeram Sungai Pekalen, Terpanjang di Indonesia

Para penggemar petualangan arung jeram kini bisa menikmati petualangan menyusuri sungai lebih lama lagi. Pasalnya, di Sungai Pekalen, Probolinggo, Jawa Timur, kini telah dibuka jalur arung jeram terpanjang di Indonesia, lengkap dengan pemandangan alam yang menakjubkan.

Namun, untuk mencapai kawasan tersebut Anda harus menempuh perjalanan dari basecamp menuju start point dengan menggunakan mobil angkutan dan harus berjalan kaki sejauh hampir tiga kilometer. Setelah itu, silakan pacu adrenalin Anda dengan berarung jeram sepanjang 29 kilometer selama hampir sembilan jam menyusuri sungai.

Banyaknya tantangan ditemani dengan suguhan pemandangan sekitar nan eksotis. Di antaranya melewati guyuran lima air terjun dan juga ribuan kelelawar yang berada di sela-sela tebing. Tak hanya itu, menikmati loncat indah dari tebing berketinggian tujuh meter dari permukaan air sungai bisa menjadi alternatif berpetualang.

Sungai Pekalen Atas ini masih sama terletak di desa Ranu Gedang, kecamatan Tiris, kabupaten Probolinggi, propinsi Jawa Timur. Dinamakan desa Ranu Gedang, karena di desa ini banyak terdapat pohon pisang (dalam bahasa jawa pisang disebut Gedang). Pekalen Atas memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi untuk berarung jeram dibandingkan dengan Pekalen Bawah. Bersumber dari mata air Gunung Argopuro dan Gunung Lamongan dengan lebar sungai rata-rata 5-20 meter dan kedalaman air kurang lebih 1-3 meter.

Jarak pengarungan dari Start-Finish kurang lebih 12 kilometer yang ditempuh selama 3,5 jam. Jumlah jeram sekitar 50 buah seperti Welcome, Batu Jenggot, Pandawa, Rajawali, Xtravaganza, KPLA, Tripple Ace, The Fly Matador, Hiu, Cucak Rowo, Long Rapid, Good Bye. Ada pula Jeram Inul, disebut demikian karena untuk melewati jeram itu, setiap peserta harus "bergoyang bak Inul". Tingkat kesulitan arung jeram disini yaitu grade II sampai III+.

Untuk menemukan lokasi basecamp dari Noars tidaklah begitu sulit karena dari jalan raya Probolinggo tinggal melihat papan petunjuk besar yang terletak di pinggir jalan. Dari jalan raya ini harus menempuh jarak sekitar 15 km untuk sampai ke basecamp. Sayangnya kondisi jalan menuju kesana tidak begitu bagus, sehingga mau tidak mau memaksa para pengunjung terlebih dahulu harus berarung jeram melawati jalan akses yang berlubang-lubang. Perjalanan dari jalan raya sampai ke basecamp Noars ini memakan waktu sekitar 1 jam.

Tiba di basecamp, peserta akan dipersilahkan dulu beristirahat sejenak sambil disuguhi makanan kecil berupa pisang rebus dan minuman yang dinamakan Poka, yang terbuat dari teh dicampur jahe, keningar dan kayu manis. Diberi kesempatan juga untuk berganti pakaian dengan pakaian yang memang siap untuk basah karena pasti akan terciprat derasnya air sungai. Para penikmat wisata arung jeram dilengkapi pelindung keselamatan seperti helm dan jaket pelampung, serta dipandu oleh seorang guide yang telah terlatih dan berpengalaman. Perahu karet yang dipakai adalah jenis inflatable raft yang memang diperuntukkan untuk melewati jeram dengan aman karena berisi udara yang dapat meredam benturan antara badan perahu dengan bebatuan jeram.

Start point dari arung jeram ini berada di dusun Angin-angin, Desa Ranu Gedang. Di tengah-tengah perjalanan akan berhenti di Rest Area Kedung Adem-adem dimana peserta sekali lagi akan dijamu dengan minuman Poka, STMJ dan sajian pisang goreng. Sungguh pas dinikmati di tengah dinginnya deburan air sungai Pekalen. Finish point-nya terletak di Dusun Gembleng, Desa Pesawahan.Selama perjalanan peserta akan disuguhi indahnya 7 air terjun (diantaranya bernama Air Terjun Angin-angin), goa-goa kelelawar dan struktur batuan alami. Sungguh menakjubkan air terjun yang ada disana.

Masih begitu alami dan airnya masih begitu jernih dan segar. apalagi oleh guide-nya, peserta sengaja diberhentikan tepat di bawah derasnya guyuran air terjun. Dijamin semua peserta akan langsung dapat merasakan segar dan derasnya guyuran air terjunnya. Goa kelelawarnya pun masih begitu lengkap dengan ratusan kelelawar yang sekali-kali memekik dan beterbangan kesana-kemari. Bau anyir dari kelelawar dan kotorannya begitu terasa ketika melewati sana. Terdapat pula tempat untuk terjun bebas dari ketinggian sekitar 5 meter. Tempat yang pas untuk melepaskan ketegangan.

Sumber : Mapala UPN Jogjakarta.